Cooperative Learning

BAB I
PENDAHULUAN
A. Tentang Cooperative Learning
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.

Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran”.
B.Rumusan Masalah
1.Pengertian Pembelajaran Kooperatif
2.Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
3.Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
4.Teknik Pembelajaran Kooperatif
5.Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw


BAB II
SISTEM PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING)

Paradigma lama tentang proses pembelajaran yang bersumber pada teori tabula rasa John Lock dimana pikiran seorang anak seperti kertas kosong dan siap menunggu coretan-coretan dari gurunya sepertinya kurang tepat lagi digunakan oleh para pendidik saat ini. Tuntutan pendidikan sudah banyak berubah. Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et al., 2003: 206).

A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan system pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002: 14).
Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu:
a.Saling ketergantungan positif.
b.Tanggung jawab perseorangan.
c.Tatap muka.
d.Komunikasi antar anggota.
e.Evaluasi proses kelompok

B.Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1.Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2.Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

C.Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
a.Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
b.Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
c.Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
d.Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
1)Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
2)Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
3)Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
4) Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.

D.Teknik Pembelajaran Kooperatif
Teknik pembelajaran kooperatif diantaranya:
1.Mencari Pasangan
•Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep.
•Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
•Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
2.Bertukar Pasangan
-Setiap siswa mendapatkan satu pasangan
-Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
-Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain.
-Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban.
-Temuan baru yang diperoleh dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
3.Kepala Bernomor
-Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
-Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
-Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
-Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

4.Keliling Kelompok
-Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang dikerjakan.
-Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya.
-Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.
5.Kancing Gemerincing
-Guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.
-Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing.
-Setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya.
-Jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing semua rekannya habis.

6.Dua Tinggal Dua Tamu
-Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat.
-Setelah selesai, dua orang dari setiap kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain.
-Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
-Tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya kemudian melaporkan hasil temuannya.
-Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

E.Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
•Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
•Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
•Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
•Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
•Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
•Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1.Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2.Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3.Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5.Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1.Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2.Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3.Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5.Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Motede Pembelajaran Cooperative Learning (MPCL) mempunyai efektivitas yang cukup tinggi untuk membelajarkan materi pendidikan IPS. Kefektifan MPCL dalam membelajarkan pendidikan IPS memprasyaratkan kinerja professional guru dalam kapasitasnya sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum. Keterbukaan dan kepekaan guru dalam memberikan layanan sosial akademis kepada siswa secara optimal, merupakan prasyarat iringan yang bersifat substansial dalam pengembangan MPCL dalam pendidikan IPS. Kemampuan dan kepedulian guru dalam memediasi dan menstabilisasi pengembangan dan pelatihan pengetahuan, sikap, nilai, moral, dan keterampilan-keterampilan sosial siswa, menjadikan pembelajaran pendidikan IPS semakin bermakna dalam dimensi pendidikan dan pembentukan warta negara yang baik secara dini.
MPCL dapat menciptakan iklim dan suasana PBM siswa yang aktif dan interaktif, yang tercermin dari pola interaksi belajar siswa dalam kelompok, bilamana adanya kemitraan belajar antara guru dan siswa dalam dimensi akademis, sehingga menumbuhkan iklim kebersamaan dan keterbukaan selama berlangsungnya PBM. MPCL juga dapat digunakan untuk membelajarkan materi atau pokok bahasan lain selain mata pelajaran IPS.
B.Saran
Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran Cooperative Learning perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.
C.Referensi
1.Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
2.Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
3.Djahiri, A.K. (1992). Dasar-dasar Metodologi Pengajaran. Bandung : Lab. PPMP IKIP Bandung. 

1 komentar:

norita mengatakan...

saya mencari pembahasan yang lebih lengkap tentang model pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan.

Posting Komentar