KTSP yang BARU

LANDASAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Standar Isi
Standar Kompetensi Lulusan

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

Setiap Kelompok / Satuan Pendidikan dan

Komite Sekolah / Madrasah
Di bawah Koordinasi dan Supervisi
Dinas Pendidikan/Kantor Depag Kab/Kota untuk Pendidikan Dasar
Dinas Pendidikan/Kantor Depag Provinsi untuk Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus


Pedoman Pengembangan KTSP
Standar Isi
Standar Kompetensi Lulusan
Panduan dari BSNP
Prinsip Pengembangan KTSP
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Beragam dan terpadu
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Menyeluruh dan berkesinambungan
Belajar sepanjang hayat
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

KOMPONEN KTSP
A. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan
Tingkat Satuan Pendidikan
B. Struktur dan Muatan KTSP
D. Kalender Pendidikan
E. Silabus
F. RPP
A. VISI SATUAN PENDIDIKAN
Berorientasi ke depan
Dikembangkan bersama oleh seluruh warga sekolah
Merupakan perpaduan antara langkah strategis dan sesuatu yang dicita-citakan
Dinyatakan dalam kalimat yang padat bermakna
Dapat dijabarkan ke dalam tujuan dan indikator keberhasilannya.
Berbasis nilai
Membumi (kontekstual)
Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.


Acuan Operasional Penyusunan KTSP
Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Tuntutan dunia kerja
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

B. Struktur dan Muatan KTSP
Mata pelajaran
Muatan lokal
Kegiatan Pengembangan Diri
Pengaturan Beban Belajar
Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan Kelulusan
Pendidikan Kecakapan Hidup
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global

C. Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
PELAKSANAAN PENYUSUNAN KTSP
Analisis Konteks
Analisis potensi dan kekuatan/kelemahan yang ada di sekolah: peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program yang ada di sekolah
Analisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar: komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.
Mengidentifikasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Mekanisme Penyusunan KTSP

Tim Penyusun
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk pendidikan menengah.
Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, dan nara sumber, dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh dinas kabupaten/kota dan provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor, kepala madrasah, komite madrasah, dan nara sumber dengan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus (SDLB,SMPLB, dan SMALB) terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, dan nara sumber dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Kegiatan Penyusunan
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru.
Tahap kegiatan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun.
Pemberlakuan
Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA, dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh komite sekolah dan dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA, dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah serta diketahui oleh komite madrasah dan oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SDLB, SMPLB, dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh komite sekolah dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Pengembangan KTSP
Kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah, berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.

Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
(Lihat UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat 2).

Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.


Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.


Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.


Pengembangan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.


Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah


Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain.



Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.



Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan jender.


Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.


Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi.

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.


Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik.

Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.
Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup da



Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.

Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.

Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.

Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.

Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut.

Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan mengacu kepada standar penilaian yang dikembangkan oleh BSNP.

Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/SMAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian dari pendidikan semua mata pelajaran.
Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
BAGAIMANA MENYUSUN VISI
TAHAP 1 : HASIL BELAJAR SISWA
(apa yg hrs dicapai siswa berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mereka menamatkan sekolah).

TAHAP 2 : SUASANA PEMBELAJARAN
(suasana pembelajaran seperti apa yg dikehendaki untuk mencapai hasil belajar itu)

TAHAP 3 : SUASANA SEKOLAH
(suasana sekolah – sebagai lembaga/organisasi pembelajaran – seperti apa yg diinginkan untuk mewujudkan hasil belajar bagi siswa)

Setiap tahapan dirumuskan dalam kalimat
Kemudian dipindai setiap rumusan/kalimat untuk mendapatkan kata kunci
Rumuskan visi dari kata kunci tersebut secara singkat padat bermakna (tidak lebih dari 25 kata
Berdasarkan Visi ini, bisa ditentukan missinya (Sejumlah langkah strategis menuju visi yang telah dirumuskan)




PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pengertian Kurikulum :
Fungsi Kurikulum :
- Bagi sekolah : perangkat (lunak) untuk mencapai tujuan (visi-misi) sekolah
- Bagi anak didik : bahan untuk memperoleh pengalaman, baik pengethuan, sikap atau
ketrampilan
- Bagi Guru : pedoman melaksanakan tugas mengajar di sekolah/klas
- Bagi orangtua : media untuk membimbing/mengawasi belajar anaknya
- Bagi sekolah yang lebih tinggi : memelihara kesinambungan pendidikan
- Bagi masyarakat/pemakai lulusan : untuk menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan
kebutuhannya


KURIKULUM PAI
Seperangkat bahan pembelajaran tentang pelajaran PAI yang diajarkan di sekolah
Fungsi Mata Pelajaran PAI :
1. Pengembangan
2. Penyaluran
3. Perbaikan
4. Pencegahan
5. Penyesuaian
6. Sumber Nilai
7. Pengajaran


KOMPONEN KURIKULUM
Tujuan : harapan yang ingin dicapai setelah peserta didik lulus dari lembaga itu
Isi : Pelajaran yang diajarkan di sekolah
Intra kurikuler
Perbedaan Isi Kurikulum :
Organisasi Pengaturan bentuk penyajian bahan dan pelaksanaannya di sekolah
Strategi : Taktik mengatur pelaksanaanya,supaya tujuan tercapai
Tatap muka (sekolah formal):
Intrakurikuler : kegiatan terjadwal dengan alokasi waktu yang sudah ditentukan secara terstruktur
Ekstrakurikuler : kegiatan diluar jam terjadwal, waktu dan tempat bebas.

Belajar Mandiri (Sekolah terbuka dan kelompok belajar)
- Peserta didik belajar sendiri atau
berkelompok.
- Guru hanya sebagai tutor

AZAS-AZAS KURIKULUM
Teori belajar :
Perkembangan jiwa anak :
0 – 2 tahun : Masa bayi
3 - 6 tahun : Masa kanak-kanak
7 – 12 tahun : Masa intelektual
13-19 tahun : Masa Remaja (Puber)
20 tahun keatas : Masa dewasa

Kebutuhan masing-masing masa berbeda, karena itu materi pelajaran perlu disesuaikan dengan masa perkembangan jiwanya.

ORGANISASI KURIKULUM
1. SEPARATE SUBJECT CURRICULUM
Ciri-ciri :
- Bahan pelajaran disajikan secara terpisah satu sama lain
- Lebih mementingkan materi (subject center) dari pada kebutuhan anak (child centerd)
- Mengutamakan pembentukan intelektual, kurang memperhatikan pembinaan kepribadian
- Scope bahan pelajaran disusun oleh tim pengembang kurikulum
- Paling banyak diikuti.
Contoh :
Pelajaran : Fiqih, Fisika, Sejarah, Geometri dsb.

2. CORRELATED CURRICULUM
Ciri-ciri :
Bahan pelajaran dari beberapa mata pelajaran digabungkan
Bentuk penggabungan dapat bervariasi :
Insidental : hanya secara kebetulan karena ada hubungan lalu digabungkan
Integrasi : karena ada kesamaan pembahasannya maka diintegrasikan kedalam satu pokok bahasan.
Broads-fields : dua pelajaran karena ada kesamaan di lebur menjadi satu pelajaran
Contoh :
Pelajaran : Qur’an-hadits; Aqidah Akhlak; IPS;IPA,Matematika, Penjaskes

3. INTEGRATED CURRICULUM
Ciri-ciri :
Bahan pelajaran dari berbagai pelajaran dilebur menjadi satu kegiatan belajar (unit)
Kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan hidup anak dalam kehidupan sehari-hari (life centered)
Bahan pelajaran dipilih sesuai dengan kebutuhan anak, perkembangan zaman dan iptek
Menggunakan teori belajar organisme (gestalt)
Proses pembelajaran membutuhkan waktu panjang.
Contoh : Kurikulum di TK/RA, SD/MI kelas I-III


B. Struktur Vertikal :



b. Pengelolaan unit waktu tiap pelajaran
Tergantung besar kecilnya peran suatu mata pelajaran dalam mencapai tujuan institusionalnya
Tergantung keluasan, kekomplekan dan kesulitan bahan sebuah mata pelajaran.
Peranan sebuah mata pelajaran untuk menyiapkan lulusan sesuai dengan visi dan misinya
Mata pelajaran yang kurang berperan diberialokasi waktu sama
c. Pengelolaan unit waktu untuk tiap pokok bahasan/tema/konsep
Tergantung peranan pokok bahasan/tema/konsep untuk mencapai standar kompetensinya
Luas, komplek dan sulitnya tiap pokok bahasan/tema/konsep
Aspek-aspek yang menjadi tujuan pembelajaran (kognitif/afektif/ psikhomotor)
3. Strategi Pelaksanaan Kurikulum
a. Intrakurikuler:
1) Sistem Tatapmuka
a). Dilaksanakan dalam bentuk pertemuan dalam satu tempat untuk mengelola proses belajar mengajar.
b). Jam pelajaran disusun secara teratur dalam waktu yang tetap.
c). Guru dan murid terlibat aktif dalam proses belajar mengajar.
d). Buku dipakai sebagai alat dan sumber dalam kegiatan belajar mengajar.
e). Guru harus membuat program dan rencana pembelajaran pada setiap tatapmuka
f). Sistem evaluasi dilaksanakan dengan sistematis



2) Sistem modul :
a) Bahan pelajaran ditulis dibuku modul, tidak ada pertemuan dengan guru, kegiatan belajar dapat dibantu oleh tutor.
b). Siswa harus aktif membaca buku modul dan mengerjakan latihan-latihan dalam buku itu
c). Sistem evaluasi kurang sistematis.
Sistem Paket
a) Bahan pelajaran ditulis dibuku paket, tidak ada pertemuan dengan guru, kegiatan belajar dapat dibantu oleh tutor.
b). Siswa harus aktif membaca buku paket dan mengerjakan latihan-latihan dalam buku itu
c). Sistem evaluasi kurang sistematis.
b. Ekstrakurikuler
Kegiatan pengembangan sesuai dengan bakat dan minat siswa
Dilasanakan diluar jam pelajaran efektif (dapat dilakukan pada pagi, sore atau malam hari)
Dapat dilaksanakan di lingkungan sekolah atau diuar sekolah
Sekolah dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan lembaga baik menyangkut dana maupun tenaga.
Sekolah dapat bekerjasama dengan lembaga lain untuk memperoleh dana atau tenaga pengajar.
PRINSIP DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM



2. ORIENTASI PADA TUJUAN
Artinya yang menjadi titik tolak pengembangan adalah rumusan tujuan pendidikan atau pengajaran yang telah disusun untuk sebuah lembaga pendidikan.
LANGKAH-LANGKAH
- Membuat rumusan tujuan : Institusional, Kurikuler, Instruksional
Institusional : tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah
Kurikuler : tujuan yang ingin dicapai setiap pelajaran.
Instruksional : tujuan yang ingin dicapai setiap pokok bahasan.
- Menentukan isi pelajaran sesuai dengan tujuan
KELEBIHAN :
- Karena tujuan jelas maka bahan pelajaran, metode mengajar, media pembelajaran menjadi lebih jelas.
- Mudah mengukur hasil belajar
- Hasil penilaian dapat dijadikan pengembangan kurikulum selanjutnya.
KELEMAHAN :
Pada proses penyusunan tujuan, karena harus mencakup berbagai ranah yakni : kognitif, afektif dan psikhomotor.


3. ORIENTASI PADA KETRAMPILAN PROSES
Artinya titik tolak pengembangan kurikulum terletak pada proses belajar mengajar, tetapi tetap mengacu pada tujuan.
LATAR BELAKANG :
- Cepatnya perkembangan iptek yang menuntut adanya berbagai perubahan.
- Siswa lebih menghayati hasil usaha sendiri
- Siswa lebih kritis dan kreatif
- Mengutamakan kemampuan individual
- Proses belajar lebih maksimal
LANGKAH-LANGKAH :
- Merumuskan tujuan : Institusional, Kurikuler dan Pembelajaran
- Menerapkan bahan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
- Menyiapkan langkah-langkah proses pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa.
KELEBIHAN :
Siswa dapat memperoleh hasil belajar dari berbagai sumber belajar dengan berbagai merode belajar.
KELEMAHAN :
Motivasi dan kemampuan belajar murid sangat bervarasi, sehingga menyulitkan perorganisasian belajar
Sarana belajar kirang memadai


4. ORIENTASI PADA KOMPETENSI
Artinya titik tolak pengembangan kurikulum pada tercapainya kompetensi siswa secara menyeluruh (kognitif, afektif dan psikhomotor)
LATAR BELAKANG :
- Kuatnya persaingan pada era globalisasi
- Menyongsong hadirnya tantangan terhadap cepatnya arus informasi.
- Perlunya pengembangan kecakapan hidup (life skill)
- Penguatan terhadap sistem pendidikan seumur hidup.
LANGKAH-LANGKAH :
- Menyusun struktur kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah
- Menetapkan standar kompetensi untuk tiap mata pelajaran
- Menetapkan kompetensi dasar pada tiap pokok bahasan/tema konsep dalam setiap pelajaran.
- Menetapkan isi pelajaran sesuai dengan kompetensi dasar
- Menyusun indikator ketercapaian kompetensi dasar
KELEBIHAN :
- Anak berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing
- Bahan pelajaran disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah.
KELEMAHAN :
- Para pendidik belum terbiasa menyusun silabus sendiri .
- Sarana belajar belum memadai
MODEL- MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.Model : Rogers
Model-I :


Model -II :

Model -III :

Model -IV :

2. Model : Zais
a. Model Garis dan Staf (Topdown)

b. Model dari bawah (button up/grass roots)

c. Model Beauchamp
Mengembangkan dengan langkah-langkah :
1. Menetukan arena pengembangan
2. Membentuk tim pengembang
3. Melaksanakan pengembangan
4. Melaksanakan kurikulum di sekolah
5. Melakukan penilaian terhadap
pelaksanaannya.


d. Model Hilda Taba :
Mengembangkan dengan langkah-langkah:
1. Guru menyusun pengembangan kurikulum
2. Mengujicobakan hasil pengembangan di
sekolah
3. Menganalisis dan merevisi hasil
pengembangan
4. Membuat rancangan kurikulum
5. Membakukan hasil pengembangan yang
baru.

TAHAP-TAHAP PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH
Pengembangan tingkat lembaga
a. Menyusun tujuan institusional (visi dan misi )
Dasar pertimbangannya :
- Undang-undang ( no 19/2005 : Standar isi )
- Harapan masyarakat
- Harapan sekolah yang lebih tinggi
b. Menetapkan isi dan struktur program :
- Sesuai dengan jenis program
- Sesuai dengan organisasi bahan
- Sesuai dengan pembagian alokasi waktu yang disepakati
c. Menyusun Srandar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
d. Menyusun strategi pelaksanaan kurikulum :
- Intrakurikuler
- Ekstra kurikuler
- Tatap muka
- Tutorial/modul

2. Pengembangan Tingkat Pelajaran
(dalam bentuk penyusunan silabus).
Langkah-langkahnya :
- Menganalisis SK dan KD
- Menyusun indikator
- Menetapkan materi pelajaran
- Merencanakan kegiatan pembelajaran
- Merencanakan evaluasi
- Menyiapkan alat dan sumber pelajaran

Pengembangan Program Pengajaran di Kelas
dengan mengembangkan silabus kedalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
PENILAIAN KURIKULUM
PROSES PENILAIAN :

Model Penilaian :
Model Stake :
Antesenden : gambaran kondisi sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran, tetapi berpengaruh terhadap keluaran, misalnya : karakteristik murid, kualitas guru, isi kurikulum, organisasi sekolah dan lingkungan.
Transaksi : penilaian kualitas proses pembelajaran, misalnya : intensifitas pembelajaran, sarana penunjang, alokasi waktu han komunikasi antara guru dengan murid.
Keluaran (out put) : hasil yang dicapai setelah proses pembelajaran dilaksanakan, misalnya : prestasi belajar siswa, sikap siswa dan perilaku sehari-hari.


2. Model CIPP :
Penilaian Contek : penilaian terhadap tujuan/kompetensi yang ingin dicapai.
Penilaian Input : penilaian terhadap berbagai upaya untuk mencapai tujuan/kompetensi
Penilaian proses : penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan
Penilaian product (keluaran): penilaian terhadap ketercapaian program (hasil belajar)


3. Model Ten Brink :
Persiapan : mengumpulkan informasi dan membuat rencana apa yang dinilai, bagaimana cara menilai dan kapan penilaian dilakukan, serta menyusun instrumen penilaian.
Pengumpulan data : melalui interview, observasi dan angket terhadap guru, murid, lulusan dan pemakai lulusan.
Pelaksanaan penilaian : pembuatan keputusan tentang pelaksanaan kurikulum yang edang berjalan.
ASPEK-ASPEK PENILAIAN
Aspek tujuan (kompetensi yang diharapkan tercapai), yang mencakup :
a. Kejelasan dan ketepatan rumusan kompetensinya.
b. Kesesuaian tujuan dengan kenyataan dalam kehidupan.
c. Ketercapaian tujuan yang tercermin dalam ketercapaian
kompetensinya.
2. Aspek Isi kurikulum, mencakup :
a. Relevansinya dengan tujuan/kompetensinya.
b. Keluasan dan kedalaman materinya.
c. Ketepatan urutannya.
d. Kebenarannya sebagai pengetahuan.
3. Strategi pembelajaran, mencakup :
a. Pemilihan metode pembelajaran yang efektif.
b. Penggunaan media pembelajaran yang tepat.
c. Penerapan sistem evaluasi

4. Komponen Penunjang, mencakup :
a. Sistem pelayanan admintrasi
b. Manajemen sekolah
c. Sistem pelayanan bimbingan dan konseling
d. Kelengkapan sarana dan prasarana sekolah
e. Lingkungan sekolah

5. Hasil yang dicapai, mencakup :
a. Keluaran (out put), berupa : Prestasi siswa
b. Efek , berupa : perubahan tingkah laku akibat belajar.
c. Dampak, berupa : pengaruknya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan masyarakat luas.



Selanjutnya
Lihat pengembangan silabus




Istilah KTSP

a. Glosarium
1. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem Pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara kesatuan republik Indonesia
2. Badan Standar Nasional Pendidikan yang disingkat BSNP adalah badan mandiri dan independent yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan dan mengevaluasi Standar Nasional Pendidikan

3. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang ditungkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis Pendidikan tertentu.
4. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan tertentu.
5. Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan Pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan Pendidikan
6. Kurikulum tingkat satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing satuan Pendidikan
7. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis Pendidikan tertentu
8. Kompetensi adalah kemampuan sikap berfikir dan bertndak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan sikap dan ketrampilan yang dimiliki oleh peserta didik
9. Standar Kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Standar kompetensi lulusan meliputi : kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau seluruh keolompok mata pelajaran.
10. Standar Kompetensi kelompok mata pelajaran adalah kualifikasi kemempuan minimal peserta didik pada setiap kelompok mata pelajaran yang mencakup kelompok mata pelajaran agama, akhlak mulia, kewarga negaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan tekhnologi, estetika dan jasmani, olah raga dan kesehatan.
11. Standar Kompetensi mata pelajaran adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan dan ketrampilan, yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan atau semester untuk mata pelajaran tertentu.
12. Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan atau semester. Standar Kompetensi terdiri atas sejumlah kompetensi dasar sebagai acuan baku yang harus dicapai dan berlaku secara nasional
13. Kompetensi dasar merupaka sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagi rujukan untuk menyusun indicator kompetensi
14. Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk mencapai Standar Kompetensi lulusan serta kemampuan lainya dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik
15. Kegiatan tatap muka adalah kegiatn pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik, materi pembelajaran, pendidik dan lingkungan
16. Penugasan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang di desain oleh pendidik untuk menunjang pencapaian tingkat kompetensi dan atau kemampuan lainya pada kegiatan tatap muka. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh Pendidik. Penugasan terstruktur termasuk kegiatan perbaikan, pengayaan, dan percepatan.
17. Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang di desain oleh pendidik untuk menunjang pencapaian tingkat kompetensi mata pelajaran atau lintas mata pelajaran atau kemampuan lainya yan waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik
18. Sistem paket adalah sistem peyelenggaraan program Pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan yang dimaksud
19. Sistem kredit semester (sks) adalah sistem penyelenggaraan program Pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban bealajar dan mata pelajaran-mata pelajaran yang diikutinya setiap semester pada satuan Pendidikan yang dimaksud
20. Kalender Pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran. Kalender Pendidikan mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
21. Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun ajaran dan pada setiap satuan Pendidikan
22. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun ajaran pada setiap satuan Pendidikan
23. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan local, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.
24. Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan Pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapaaaat berbentuk jeda tengah semester, jeda natar semester, libur akhir pelajaran, hari libur keagamaan, haaari libur umum (termasuk hari-hari besar nasional) dan hari libur khusus.
25. Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik pada satuan Pendidikan dalam kegiatan pembelajaran. Susunan mata pelajaran tersebut terbagi dalam lima kelaompok yaitu kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarga negaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan tekhnologi, estetika: jasmani, olah raga dan kesehatan.

b. Silabus
1. Pengertian silabus
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
2. Prinsip pengembangan silabus
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan
2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional dan spiritual peserta didik
3. Sistematis
Komponen-komponen dilabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi
4. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indicator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian
5. Memadai
Cakupan indicator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6. Actual dan kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, tekhnologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, Pendidikan serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan tuntutan masyarakat
8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif dan psikomotor)



Pengembangan Silabus

Pengertian
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.


Landasan Pengembangan SILABUS?
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN pasal 17 ayat (2)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN pasal 20

Prinsip Pengembangan
-Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
-Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus
sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan
spritual peserta didik.
-Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai
kompetensi.
-Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator,
materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem
penilaian.
-Memadai
Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber
belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
-Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber
belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan
seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
-Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik,
pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan
masyarakat.
-Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif,
psikomotor).

Unit Waktu
1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.
3. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Bagi SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.


Pengembang SILABUS
a. Guru kelas/mata pelajaran, atau
b. Kelompok guru kelas/mata pelajaran, atau
c. Kelompok kerja guru (KKG/PKG/MGMP)

Dibawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan Kab/Kota/Provinsi atau Kantor Departemen Agama Kab/Kota

Komponen SILABUS
-Standar Kompetensi
-Kompetensi Dasar
-Indikator
-Materi Pokok/Pembelajaran
-Kegiatan Pembelajaran
-Penilaian
-Alokasi Waktu
-Sumber Belajar

)))Langkah-Langkah Pengembangan SILABUS
A.Mengkaji dan Menentukan Standar Kompetensi
Mengkaji standar kompetensi mata pelajaran
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
- urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI;
- keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran;
- keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.

B. Mengkaji dan Menentukan Kompetensi Dasar
Mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada dalam SI;
b.keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran;
c.keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.

C. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh
perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan
Digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik
peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daera

D. Pengembangan Indikator
Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indikator (lebih dari dua)
Indikator menggunakan kata kerja operasional (KKO) yang dapat diukur dan/atau diobservasi
Tingkat kata kerja dalam indikator lebih rendah atau setara dengan kata kerja dalam KD maupun SK
Prinsip pengembangan indikator adalah Urgensi, Kontinuitas, Relevansi dan Kontekstual
Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan tanda-tanda, prilaku, dan lain-lain untuk pencapaian kompetensi yang merupakan kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten.

E. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pokok mempertimbangkan:
- potensi peserta didik;
- relevansi dengan karakteristik daerah;
- tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual
peserta didik;
- kebermanfaatan bagi peserta didik;
- struktur keilmuan;
- Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
- relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
- alokasi waktu.

F. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi
Pengalaman belajar dimaksud dapat terwujud melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.
Pengalaman Belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

G. Menentukan Jenis Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan utk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

H.Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran:

- Memberikan bantuan guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional
- Memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar
- Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran
- Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan siswa dan materi.

I. Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.
Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

J. Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.


Pengembangan SILABUS berkelanjutan
-Dijabarkan ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
-Dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru
-Dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran),dan evaluasi rencana pembelajaran.

Mekanisme Pengembangan silabus












4_model-model Pembelajaran



Makalah Perkemb. Peserta Didik

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Perkembangan kognitif anak meliputi lebih sedikit referensi terhadap tahap-tahap besar, dan lebih menekankan peran-peran strategis , keterampilan-keterampilan, seberapa cepat dan otomatis anak-anak dapat memproses informasi, hakekat spesifik tugas kognisi anak-anak, dan pentingnya pembagian masalah-masalah kognitif anak-anak ke dalam langkah-langkah yang lebih kecil dan lebih teliti.
Ketika kemampuan memproses informasi anak bertambah seiring dengan pertambahan usia, bentuk-bentuk kognisi yang baru dan lebih kompleks pada semua penguasaan bidang adalah hal yang mungkin, karena anak sekarang dapat mengingat dan berfikir tentang banyak hal sekaligus.

I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan kognitif (pemrosesan informasi, intelegensi, kreatifitas) masa anak-anak pertengahan dan akhir?
2. Bagaimana perkembangan bahasa masa anak-anak pertengahan dan akhir?
3. Bagaimana aplikasi dalam pendidikan dan fasilitasi perkembangan kearah optimal?


I.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah:
1.Untuk mengetahui perkembangan kognitif (pemrosesan informasi, intelegensi, kreatifitas) masa anak-anak pertengahan dan akhir.
2.Untuk mengetahui perkembangan bahasa masa anak-anak pertengahan dan akhir.
3.Untuk mengetahui aplikasi dalam pendidikan dan fasilitasi perkembangan kearah optimal


BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Perkembangan Kognitif (Pemrosesan Informasi, Intelegensi, Kreatifitas) Masa Anak-anak Pertengahan dan Akhir.
1. Pemrosesan Informasi
Pokok-pokok perubahan di dalam pemrosesan informasi selama masa anak-anak pertengahan dan akhir adalah perbaikan-perbaikan di dalam memori, skema, dan naskah.
Memori
Proses kontrol adalah proses-proses kognitif yang tidak terjadi secara otomatis, tetapi memerlukan usaha dan upaya. Proses ini ada dibawah kendali kesadaran murid dan dapat digunakan untuk memperbaiki memori. Tiga proses kontrol (kendali) yang penting terjadi pada anak-anak ialah pengulangan (rehearsal), organisasi, dan perbandingan (imagery).
Pengulangan ialah suatu proses kontrol yang meningkatkan memori, dengan mengulang informasi setelah informasi disajikan. Misal anak-anak mendengar suatu nomor telepon, kemudian mengulangi nomor itu beberapa kali untuk meningkatkan memori mereka tentang nomor tersebut.
Penggunaan organisasi juga meningkatkan memori. Seperti pada pengulangan, masa anak-anak pertengahan dan akhir cenderung secara spontan mengorganisasikan informasi untuk diingat dibandingkan dengan anak-anak yang masih di usia awal anak-anak.
Strategi perbandingan yang kuat ialah metode kata kunci, yang telah dimanfaatkan secara praktis untuk mengajarkan anak-anak sekolah dasar bagaimana menguasai secara cepat informasi baru. Misal untuk menunjukkan negara bagian Maryland diberi kata kunci marry.
Skema (Scheme)
Skema sebagai suatu struktur kognitif, suatu jaringan asosiasi yang mengorganisasikan dan menuntun persepsi-persepsi individu. Skema ialah suatu konsep kognitif yang penting didalam pemrosesan memori dan informasi. Skema berasal dari pengalaman anak sebelumnya di dalam menghadapi lingkungan, dan mempengaruhi cara anak-anak menyandikan, mengambil kesimpulan, dan menyimpan informasi.
Naskah (Script)
Script ialah suatu skema bagi suatu peristiwa. Script pertama anak-anak tampak pada perkembangan yang sangat dini, mungkin seawal tahun pertama kehidupannya. Ketika mereka berkembang, script mereka menjadi lebih halus dan lebih canggih
2. Intelegensi
Intelegensi ialah suatu konsep abstrak yang diukur secara tidak langsung. Bagian intelegensi ialah kemampuan verbal, keterampilan-keterampilan pemecahan masalah, dan kemampuan untuk belajar dari dan menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari. Komponen-komponen intelegensi sangat dekat dengan keterampilan-keterampilan pemrosesan informasi dan bahasa.
3. Kreatifitas
Kreatifitas ialah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan tidak biasa, dan melahirkan suatu solusi yang unik terhadap masalah-masalah. Bila seorang anak membangkitkan gagasan baru yang tepat untuk memecahkan sebuah masalah, maka anak dan gagasan itu disebut kreatif. Kreatifitas tidak mempunyai arti yang sama dengan kecerdasan. Anak-anak disebut cerdas bila dalam dirinya tersimpan banyak skemata yang bervariasi, citra, simbol, konsep, dan peraturan serta menggunakannya dengan efisien dan benar. Anak-anak disebut kreatif bila mereka menggunakan unit ini secara orisinal dan konstruktif. Banyak anak yang cerdas, namun tidak kreatif, sedangkan banyak anak yang kreatif juga cerdas. Tetapi kreatifitasnya didasarkan atas tiga karakteristik tambahan. Mereka telah siap mental untuk mencari hal-hal yang tidak biasa, senang membuat gagasan-gagasan baru dan tidak terlalu kuatir untuk membuat kesalahan. Orang yang kreatif tidak peduli akan penghinaan yang menyertai suatu kesalahan dan ia mau mencoba eksperimental atau penyelesaian beresiko tinggi yang mungkin akan menjumpai kegagalan. Orang tua dan sekolah dapat meningkatkan kemungkinan hasil kreatif anak-anak dengan memberikan sikap yang toleran terhadap kesalahan dan gagasan yang luar biasa.
II.2. Perkembangan Bahasa Masa Anak-anak Pertengahan dan Akhir
Masa anak-anak pertengahan dan akhir, berlangsung perubahan-perubahan di dalam perbendaharaan kata dan tata bahasa mereka. Membaca sangat berperan dalam dunia bahasa mereka. Pertimbangan bilingualisme (kedwibahasaan) menjadi semakin penting.
1. Perbendaharaan Kata dan Tata Bahasa
Selama masa anak-anak pertengahan dan akhir, suatu perubahan terjadi pada cara anak-anak berfikir tentang kata-kata. Mereka menjadi kurang terikat dengan tindakan-tindakan dan dimensi-dimensi perseptual yang berkaitan dengan kata-kata, dan pendekatan mereka menjadi lebih analitis terhadap kata-kata. Misal, pikiran pertama ketika mendengar suatu kata anjing, mereka mengaitkan anjing dengan suatu kategori yang tepat (binatang) atau dengan informasi yang secara intelektual memperluas konsep (kucing, dokter hewan). Peningkatan kemampuan anak-anak sekolah dasar untuk menganalisis kata-kata, menolong mereka memahami kata-kata yang tidak berkaitan langsung dengan pengalaman-pengalaman pribadi mereka. Ini memungkinkan anak-anak menambahkan kata-kata yang lebih abstrak ke dalam perbendaharaan kata mereka. Misal batu-batuan berharga dapat dipahami dengan ciri umum berlian.
Anak-anak membuat kemajuan-kemajuan yang sama di dalam tata bahasa. Peningkatan penalaran logis dan keterampilan analitis anak sekolah dasar menolong mereka dalam memahami konstruksi semacam penggunaan komparatif/ perbandingan yang sesuai (lebih pendek, lebih dalam). Pada akhir tahun-tahun sekolah dasar, anak-anak biasanya dapat menerapkan banyak aturan tata bahasa secara tepat.
Membaca
Membaca menjadi suatu keterampilan khusus selama tahun-tahun sekolah dasar. Tidak berkompeten membaca membuat anak sangat rugi di dalam pergaulan dengan teman-teman sebayanya.
Dalam sejarah teknik-teknik belajar membaca, tiga pendekatan telah mendominasi: metode ABC, metode keseluruhan kata dan metode bunyi. Metode ABC ialah suatu teknik belajar membaca yang menekankan pada ingatan akan nama-nama dan huruf alfabet. Metode keseluruhan kata ialah suatu teknik belajar membaca yang menekankan pada pembelajaran asosiasi langsung antara keseluruhan kata dan maknanya. Metode bunyi ialah suatu teknik belajar membaca yang menekankan pada bunyi (lafal pengucapan) yang dihasilkan oleh huruf-huruf yang terdapat di dalam kata (bunyi semacam itu dapat berbeda dari nama-nama huruf ini, seperti dalam bahas Inggris ketika bunyi huruf c (si) tidak sesuai dengan pengucapan kata cat).
Membaca bukan sekedar metode sejumlah kata dan suara. Keterampilan pemrosesan informasi juga terlibat di dalam membaca yang berhasil. Ketika anak-anak membaca, mereka memproses informasi dan menginterpretasikannya, sehingga membaca merupakan suatu contoh yang praktis untuk mengilustrasikan pendekatan pemrosesan informasi.
Bilingualisme
Bilingualisme tidak menggangu performa linguistik anak dalam bahasa apapun. Tidak ada bukti bahwa bahasa ibu harus dihapuskan sedini mungkin karena dapat menggangu pembelajaran bahasa kedua. Sebaliknya tingginya derajat bilingualisme berkaitan dengan fleksibilitas kognitif dan meningkatnya pembentukan konsep. Hubungan-hubungan kausal antara bilingualisme dan kompetensi kognitif atau bahasa sulit dipastikan, tetapi umumnya, hasil-hasil yang positif seringkali terlihat di dalam masyarakat dimana bilingualisme tidak terstigmatisasi secara sosial.

II.3. Aplikasi dalam Pendidikan dan Fasilitasi Perkembangan kearah Optimal Masa Anak-anak Pertengahan dan Akhir
Pada masa anak-anak pertengahan dan akhir, anak-anak yang sehat dan berkompeten mengarah kepada kehidupan yang aktif, ingin mengetahui dan memahami, dan senang belajar.
Anak-anak pada masa ini memiliki lebih banyak sumber kognitif karena mereka dapat memproses informasi secara lebih otomatis dan lebih akrab dengan isi pengetahuan.


BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perkembangan kognitif (pemrosesan informasi, intelegensi, kreatifitas) masa anak-anak pertengahan dan akhir
a. Pemrosesan Informasi
Pokok-pokok perubahan di dalam pemrosesan informasi selama masa anak-anak pertengahan dan akhir adalah perbaikan-perbaikan di dalam memori, skema, dan naskah.
b. Intelegensi
Bagian intelegensi ialah kemampuan verbal, keterampilan-keterampilan pemecahan masalah, dan kemampuan untuk belajar dari dan menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari.
c. Kreatifitas
Kreatifitas ialah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan tidak biasa, dan melahirkan suatu solusi yang unik terhadap masalah-masalah.
2. Perkembangan bahasa masa anak-anak pertengahan dan akhir
Masa anak-anak pertengahan dan akhir, berlangsung perubahan-perubahan di dalam perbendaharaan kata dan tata bahasa mereka. Membaca sangat berperan dalam dunia bahasa mereka. Pertimbangan bilingualisme (kedwibahasaan) menjadi semakin penting.
3. Aplikasi dalam pendidikan dan fasilitasi perkembangan kearah optimal masa anak-anak pertengahan dan akhir
Anak-anak pada masa ini memiliki lebih banyak sumber kognitif karena mereka dapat memproses informasi secara lebih otomatis dan lebih akrab dengan isi pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth B. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.
John W. Santrock. 1995. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Edisi Kelima Jilid I. Jakarta. Penerbit Erlangga.



PARADIGMA 4 PILAR PENDIDIKAN

A.Latar Belakang Masalah
Membicarakan sistem pendidikan di Indonesia ibarat orang berjalan tanpa ujung tidak ada titik temu. Pejabat lebih senang membuat dan memilih kebijakan baru yang lebih spektakuler agar orang menjadi lupa dan terkonsentrasi terhadap kebijakan barunya. Lupa akan harapan dan tujuan sebuah program yang dirumuskan tentang sistem pendidikan di Indonesia.


Hal tersebut merupakan sebuah realita dunia pendidikan. Masih segar dalam ingatan kita tentang pola pengajaran di Indonesia, dari CBSA, PAKEM, Portofolio, MBS, Broad Based Education dan yang terbaru adalah KBK. Penerapan tersebut tentunya menimbulkan permasalahan baru dalam proses belajar-mengajar.
Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000:4). Sedangkan menurut Suryosubroto, proses belajar-mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran (Suryosubroto 1997:19).
Mengacu dari kedua pendapat tersebut, maka proses belajar-mengajar yang aktif ditandai adanya serangkaian kegiatan terencana yang melibatkan siswa secara komprehensif, baik fisik, mental, intelektual dan emosionalnya.
Dalam konteks pemahaman tentang proses belajar-mengajar, guru dihadapkan pada sesuatu yang secara conditio sine qua non harus diaktualisasikan dalam bentuk pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan. Fenomena yang berkembang di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru terbiasa mendesain pembelajaran yang “memenangkan” guru. Artinya, guru lebih senang dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered).
Pembelajaran didasarkan target kurikulum, juga merupakan refleksi dari saratnya beban dan materi pelajaran sehingga guru cenderung mengejar penyelesaian materi daripada mengoptimalkan substansi dari kristalisasi nilai-nilai yang seyogyanya diaktualisasikan. Artinya, guru kurang peduli dengan pentingnya kecakapan hidup (life skill) yang harus dikuasai siswa, dan lebih mementingkan pencapaian hasil belajarnya.
Kondisi tersebut sudah barang tentu rentan akan berbagai dampak negatif yang muaranya pada kualitas pendidikan di mana berada pada ambang batas “kekawatiran”. Problematika yang kompleks dalam dunia pendidikan merupakan tantangan guru, yang harus diupayakan alternatif pemecahannya. Hal ini lantaranstakeholder dalam dunia pendidikan adalah orang tua, guru, masyarakat, institusi, dan para praktisi pendidikan yang diharapkan sumbang sarannya.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa sebagai upaya pencapaian target kurikulum guru cenderung “memaksa” siswa menerima. Pengajaran tanpa mempertimbangkan apakah siswa mampu menguasai serta mengerti dengan apa yang ia pelajari. Kondisi dapat dilihat dari berbagai aktivitas guru, di antaranya: (1) guru memberi les/pelajaran tambahan secara berlebihan dan cenderung menerapkan metode drill, (2) guru hanya menjadi “tukang LKS”, (3) guru memberi pelajaran tidak sistematis, (4) guru memberikan PR dalam jumlah yang tidak sesuai dengan kemampuan siswa, dan (5) pengajaran tanpa media.
Ada beragam teknik yang dapat digunakan guru untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif, kreatif, konstruktif, ceria, dan menyenangkan serta memberi ruang gerak anak untukberkreasi, sesuai daya imajinasi masing-masing. Apabila kondisi tersebut dapat didesain guru sudah barang tentu akan bersampak pada meningkatnya kualitas pembelajaran.
Pembelajaran yang berkualitas pada akhirnya bermuara pada penciptaan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Paradigma tersebut kemudian dikenal dengan istilah PAKEM dan mendapatkan rekomendasi dari UNESCO sebagai satu bentuk pembelajaran efektif, dengan mengacu pada empat pilar pendidikan, yakni belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka persoalan mendasar yang hendak dibahas adalah: “Bagaimana internalisasi paradigma empat pilar pendidikan dalam proses belajar-mengajar sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan?
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menelaah secara mendalam internalisasi paradigma empat pilar pendidikan dalam proses belajar-mengajar sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan
Penyusunan makalah ini memiliki manfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis makalah ini bermanfaat untuk menelaah teori-teori pembelajaran efektif yang direfleksikan dalam paradigma empat pilar pendidikan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.
Secara praktis, makalah ini bermanfaat untuk:
1.Guru, sebagai penggerakan motivasi dalam mendesain pembelajaran bermakna.
2.Kepala sekolah, sebagai sarana memberkikan pembinaan bagi guru-guru dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, dan
3.Pengawas sekolah, sebagai masukan dalam meningkatkan profesionalisme guru.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Interaksi Belajar-Mengajar
Lingrend (dalam Usman, 2000:25), mengatakan bahwa ada empat pola komunikasi dalam proses interaksi guru dengan siswa seperti digambarkan dalam diagram berikut ini:
Jenis-Jenis Interaksi Dalam belajar-Mengajar :
1.Komunikasi satu arah Komunikasi dua arah, ada balikan guru, tidak ada interaksi di antara siswa.
2.Komunikasi dua arah, Komunikasi banyak arah, Ada balikan bagi guru interaksi optimal antara guru Siswa berinteraksi dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa lainnya
Mengacu pada keterangan di atas, sudah barang tentu proses belajar-mengajar merupakan kegiatan yang integral dengan menggunakan interaksi resipokral dan memanfaatkan konsep komunikasi multi arah. Namun demikian realitas di lapangan, guru masih cenderung mengadakan interaksi searah, yang berdampak pada proses pembelajaran teacher centered.
Mengoptimalkan interaksi multi arah bukanlah hal yang mudah. Namun ada beberapa kiat yang dapat digunakan guru, yakni dengan sistem TANDUR (De Porter, 2002:89), yang meliputi:
a. TUMBUHKAN
Tumbuhkan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaatnya BagiKu” (AMBAK) dan manfaatkan kehidupan pelajar.

b.ALAMI
Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar.
c.NAMAI
Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebagai sebuah masukan
d.DEMONSTRASIKAN
Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu.
e.ULANGI
Tunjukkan pelajar cara-cara mengulangmateri dan menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang tahu.”
f.RAYAKAN
Pengakuan untuk menyelesaikan, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan

B.Pembelajaran Kreatif
Jika ditelaah lebih mendalam, gambaran pengoptimalan interaksi dengan sistem TANDUR yang diadopsi dari Buku Quantum Teaching, agaknya identik dengan potret pembelajaran dengan karakteristik PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan). Secara kontekstual, pembelajaran ala PAKEM berisi serangkaian kegiatan, yang meliputi:
a.Berorientasi pada keaktifan, kreativitas, dan kemandirian siswa.
b.Siswa perlu melakukan pengamatan dan merumuskan dugaan awal.
c.Siswa perlu melakukan percobaan pengujian dan menarik kesimpulan dari percobaannya.
d.Melaporkan hasil temuannya secara langsung (otentik) dengan bimbingan guru yang aktif bertindak sebagai fasilitator dan motivator (Depdiknas, 2001:10).
Realitas di lapangan, agaknya guru kurang tertarik untuk menerapkan pembelajaran ala PAKEM lantaran memilih pembelajaran yang hanya menghafal semata. Potret pembelajaran yang selama ini diterapkan guru cenderung berkutat pada proses pembelajaran yang hanya memusatkan perhatiannya pada kemampuan otak kiri siswa saja. Sebaliknya, kemampuan otak kanan kurang ditumbuhkembangkan dan bahkan dapat juga dikatakan tidak pernah dikembangkan secara sistematis.
Kondisi itu menyebabkan pendidikan nasional tidak mampu menghasilkan orang-orang yang mandiri, kreatif, memiliki self awareness, dan orang-orang yang mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan fisik, sosial dalam komunitas kehidupannya. Akibatnya, dilihat dari tingkat pendidikan tinggi, pengangguran sarjana yang secara formal termasuk kelompok “terdidik” semakin meluas (Suyanto, 2000:7).
Sebagai gambaran, berikut ini dibandingkan kemampuan otak kanan dengan kemampuan otak kiri.
Proses di belahan otak kiri Proses di belahan otak kanan
1. Terjadi pada proses penemuan yang bersifat bagian-bagian dari suatu komponen
2. Proses berpikir analitis
3. Proses berpikir yang mementingkan tata urutan sekuensial dan serial
4. Proses berpikir temporal, terikat pada waktu kini
5. Proses berpikir verbal, matematis, notasi musikal 1. Tertarik pada proses penginte-grasian dari bagian-bagian suatu komponen menjadi satu kesatuan yang bersifat utuh dan menyeluruh
2. Proses berpikir yang bersifat relasional, konstruksinal, dan membangun suatu pola
3. Proses berpikir simultan, dan parallel
4. Proses berpikir lintas ruang, tidak terikat pada waktu kini
5. Proses berpikir yang bersifat visual, lintas ruang, musikal

C. Empat Pilar Pendidikan
Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2001:13) paradigma pembelajaran tersebut akan menciptakan proses belajar-mengajar yang efektif, yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
a.Konsep learning to know menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai informator, organisator, motivator, diretor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, danevaluator bagi siswanya, sehingga peserta didik perlu dimotivasi agar timbul kebutuhan terhadap informasi, keterampilan hidup, dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya. Yusak (2003) mengatakan bahwa secara kreatif menguasai instrumen ilmu dan pemahaman yang terus berkembang, umum atau spesifik, sebagai sarana dan tujuan , dan memungkinkan terjadinya belajar sepanjang hayat.
b.Konsep learning to do menyiratkan bahwa siswa dilatih untuk sadar dan mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Terkait dengan hal tersebut maka proses belajar-mengajar perlu didesain secara aplikatif agar keterlibatan peserta didik, baik fisik, mental dan emosionalnya dapat terakomodasi sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
c.Konsep learning to live together merupakan tanggapan nyata terhadap arus individualisme serta sektarianisme yang semakin menggejala dewasa ini. Fenomena ini bertalian erat dengan sikap egoisme yang mengarah pada chauvinisme pada peserta didik sehingga melunturkan rasa kebersamaan dan harga-menghargai. Memahami, menghormati dan bekerja dengan orang lain, mengakui ketergantungan, hak dan tanggungjawab timbal balik yang melibatkan partisipasi aktif warga, tujuan bersama menuju kerekatan sosial, perdamaian dan semangat kerjasama demi kebaikan bersama.
d.Konsep learning to be, perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar mampu memiliki rasa percaya diri (self confidence) yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Pengembangan dan pemenuhan manusia seutuhnya yang terus “berevolusi”, mulai dengan pemahaman diri sendiri, kemudian memahami dan berhubungan dengan orang lain. Menguak kekayaan tak ternilai dalam diri.
Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.


BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
Berdasar uraian di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa implementasi paradigma empat pilar pendidikan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan merupakanconditio sine qua non dalam pendidikan. Dalam pengertian paradigma tersebut mutlak diterapkan dalam proses belajar-mengajar.
Penerapan paradigma tersebut sudah barang tentu akan berdampak pada pembelajaran efektif yang direkomendasikan UNESCO yakni pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Konsep pembelajaran efektif tersebut bermuara pada empat pilar pendidikan, yakni (learning to know), (learning to do), (learning to live together), dan (learning to be).
Penerapan empat pilar pendidikan menuntut kemampuan profesional guru sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.
B.Saran
Mewujudkan kondisi ideal potret pembelajaran yang kreatif, bukanlah hal yang mudah lantaran munculnya beragam fenomena aktual dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan guru yang bersungguh-sungguh mengembangkan kompetensinya, baik kompetensi personal, profesional, dan kemasyarakatan.
Oleh karena itu, guru diharapkan lebih kreatif di dalam mendesain proses pembelajaran, sehingga ada perpaduan yang sinergis antara hasil pembelajaran dengan kecakapan hidup (life skill).
Kerjasama dan koordinasi antara seluruh komponen sekolah dipandang perlu agar masing-masing komponen sekolah dapat memberikan kontribusi secara maksimal, dalam menumbuhkan tunas-tunas muda harapan bangsa.
C.Daftar Pustaka
1.Depdiknas. 2001a. Buku 1 Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdikbud.
2.Suryosubroto. 1997. Proses Belajar-Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
3.Usman, Moh Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
4.Yusak, Muchlas. 2003. Wawasan Kependidikan, Empat Pilar Pendidikan. Semarang: Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan.
5.http://akhmadsudrajat.wordpress.com

PERKEMBANGAN ANAK MASA PERTENGAHAN DAN AKHIR SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak ialah periode perkembangan yang merentang dari usia kira-kira 7 hingga 12 tahun, yang kira-kira setara dengan tahun-tahun sekolah dasar; periode ini kadang-kadang disebut "tahun-tahun sekolah dasar". Ketrampilan-ketrampilan fundamental seperti membaca, menulis dan berhitung telah dikuasai. Anak secara formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas dan kebudayaannya. Prestasi menjadi tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat.

Pada usia ini, secara biologis pertumbuhan otot-otot besar anak terjadi secara lamban, tidak terdapat hal-hal yang menggoncangkannya. Sebaliknya pertumbuhan otot-otot halus sudah terjadi sehigga si anak sudah mampu melakukan gerak rukuk dan sujud secara mantap. Anak sudah dapat dilatih untuk berwudhu dan shalat, karena kemampuan anggota wudhunya dan gerakan shalat sudah dapat dilakukan menurut petunjuk yang diberikan kepadanya. Tepat sekali hadis nabi yang memerintahkan agar orang tua menyuruh anaknya salat apabila anaknya berumur 7 tahun dan memukulinya pada umur 10 tahun jika anak tidak melaksanakannya.
Seperti halnya perubahan fisik, perubahan psikis juga berkembang dalam diri anak, yaitu :
1.Perkembangan kecerdasan.
Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.

Perkembangan yang sangat menonjol adalah perkembangan pikiran, khusunya kecerdasan. Perkembangan kecerdasan terjadi cepat sekali. Anak sudah mulai dapat memahami hal yang abstrak. Kecerdasannya untuk berfantasi/berkhayal sangat besar. Anak sangat suka mendengar cerita, kisah atau dongeng yang diceritakan oleh orang tua dan guru.
Pada umr 8-9 tahun, kemampuan membaca pada anak sudah mulai muncul. Apabila orangtua dan guru dapat menyediakan bahan bacaan yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak dan mendukung keimanan maka tentu sangat bermanfaat. Kisah cerita yang disukai anak pada usia ini adalah cerita yang sesuai dengan keadaan mereka, misalnya tokoh cerita anak yang sebaya dengannya. Mereka suka mendengar atau membaca cerita tentang hewan yang pernah dilihatnya, pemandangan alam yang indah memesona.
Pada usia 10-12 tahun perkembangan kecerdasan anak berjalan cepat, sehingga kemampuan memahami hal-hal yang abstrak semakin meningkat ; dan pada usia 12 tahun anak barulah mampu memahami hal-hal yang abstrak. Penjelasan keimanan secara sederhana sudah dapat diberikan kepada anak usia ini sesuai dengan perkembangan kecerdasannya.

2.Perkembangan Bahasa
Penelitian yang dilakukan oleh Buhler dan lain-lain yang berwujud observasi mengenai bahasa anak, sekarang terdapat alat-alat baru untuk menyelidiki kecakapan bahasa pada anak. Misalnya sekarang ada kemungkinan untuk menyelidiki seberapa jauh anak mampu untuk menirukan bahasa orang dewasa. Disini akan dibedakan adanya 2 macam peniruan :
1.Peniruan spontan bahasa orang lain, biasanya bahasa orang tua.
2.Peniruan yg dilakukan anak sesudah anak menerima tugas untuk melakukan itu
Hasil umum mengenai tes semacam itu adalah bahwa anak lebih pandai untuk mengadakan imitasi daripada mengerti kalimat dan bahwa kecakapan untuk mengerti tadi lebih tinggi daripada kecakapan untuk memproduksi kalimat-kalimat sendiri.
Penelitian bahasa pada umumnya dibedakan antara :
1.Perkembangan fonologis – atau penguasaan sistem suara atau bunyi
2.Perkembangan morfologis – atau penguasaan pembentukan kata-kata
3.Perkembangan sintaksis – atau pernapasan tata bahasa
4.Perkembangan leksikal – penguasaan dan perluasan kekayaan kata-kata serta pengetahun mengenai arti kata-kata.
5.Perkembangan semantis – atau penguasaan arti bahasa
Potensi Anak Berbicara Didukung oleh Beberapa Hal:
a.Kematangan alat berbicara
Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat berbicara. Misalnya tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan Iain-lain dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Alat-alat tersebut baru dapat berfungsi dengan baik setelah sempi’rpa dan dapat membentuk atau memproduksi suatu kata dengan baik scbagai permulaan berbicara.
b.Kesiapan berbicara
Kesiapan mental anak sangat berganrung pada pertumbuhan dan kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimnlai sejak anak berusia antara 12-18 bulan, yang discbut teachable moment dari perkembangan bicara. Pada saat inilah anak betul-betul sudah siap untuk belajar. bicara yang sesungguhriya. Apabila tidak ada gangguan anak akan segera dapat berbicara sekalipun belum jelas maksudnya.
c.Adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak
Anak dapat membutuhkan suatu model tertentu -agar dapat
melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan
kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang berarti. Model
tersebut dapat diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau
saudara, dari radio yang sering didengarkan atau dari TV, atau aktor
film yang bicaranya jelas dan berarti. ^Anak akan mengalami
kesulitan apabila tidak pernah memperoleh model scbagaimana
disebutkan diatas. Dengan scndirinya potcnsi anak tidak dapat
berkcmbang scbagaimana mcstinya.
d.Kesempatan berlatih
Apabila anak kurang mendapatkan latihan keterampilan berbicara akan timbul frustasi dan bahkan sering kali marah yang tidak dimengerti penyebabnya oleh orang tua atau lingkungannya: Pada gilirannya anak kurang memperoleh moUvasi untuk belajar berbicara yang pada umumnya disebut “anak ini lamban” bicaranya.


e.Motivasi untuk belajar dan berlalih
Memberikan motivasi dan melatih anak untuk berbicara sangat penting bagi annk karena untuk memenuhi kebutuhannya untuk memanfaatkan potensi anak. O’-ang tua hendaknya selalu berusaha agar motivasi anak untuk berbicara jangan terganggu atau tidak mendapatkan pengarahan.
f.Bimbingan
Bimbingan bagi anak sangat. penting untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu hendaknya orang tua suka memberikan contoh atau model bagi anak, berbicara dengan pelan yang mudah diikuti oleh anak dan orang tua siap memberikan kritik atau mcmbetulkan apabila dalam berbicara anak berbuat suatu kesalahan. Bimbingan tersebut sebaiknya selalu dilakukan secara terus menerus dan konsisten sehingga anak tidak mengalami kesulitan apabila berbicara dengan orang lain.

3.Perkembangan Sosial
Kecenderungan anak usia 7-9 tahun untuk bergaul dengan teman sebaya, membentuk kelompok, dan membuat kesepakatan diantara mereka. Teman-temannya itu kadang lebih mendapat perhatian dan prioritas daripada orang tuanya. Mereka mulai menjauh dari orang dewasa, karena mereka ingin berbincang dan bercerita sesama mereka tanpa diganggu oleh orang dewasa. Mereka tidak ingin terkucil dari teman-temannya. Apa yang dilakukan temannya, ia pun melakukannya. Misalnya mode pakaian , cara berbicara, gaya berjalan dan sebagainya ingin ia tiru seperti teman-teman dalam kelompoknya. Jika temantemannya pergi mengaji, ia pun pergi mengaji. Apabila anak pada usia ini tidak mempunyai teman atau terkucil dari teman sepergaulan maka mereka akan merasa menderita, akibatnya perkembangan jiwa sosialnya akan tidak sehat.
Anak pada usia 10-12 tahun, telah mampu menghubungkan agama dan masyarakat. Mereka sudah tahu bahwa mencela atau melecehkan agama, menyakiti pemeluknya, adalah tidak baik. Oleh karena itu kefanatikan dan kecintaan kepada agamanya semakin nyata bahkan terkadang sikap sebaliknya terhadap agama lain mulai muncul. Disinilah peran orang tua dan guru untuk mengarahkan sikap cinta agama dan kefanatikan, agar mereka tidak menjurus kepada mencela atau memusuhi orang yang tidak seagama dengan dirinya. Harus pula dijaga jangan sampai terpahami oleh anak bahwa agama itu sama. Jika hal ini terjadi, kebanggaan dan kecintaan kepada agamanya (Islam) menjadi berkurang.

4.Perkembangan Kepribadian
Anak yang berkembang kepribadiannya pada umur balita baik, akan dapat meneruskan perkembangan kepribadian yang baik pada masa selanjutnya. Suasana keluarga yang nyaman,tenang,dan penuh perhatian antara satu sama lainnya akan menjadikan si anak berkembang dengan ceruia,lincah dan bersemangat. Masalah yang berat bagi anak pada usia ini adalah apabila sikap negatif dan perlakuan kasar dari orang tuanya terlalu keras,bersikap otoriter, selalu memerintah,melarang dan memaksakan disiplin yang kaku kepada anakanaknya, anak akan merasa tertekan, sehingga hatinya akan berontak kepribadiannya menjadi kaku. Ia akan merasa dirinya tidak berharga dan takut bergaul dengan orang lain. Bahkan sikap benci dan perasaan negatif yang dialaminya dapat berkembang kepada semua orang. Hal ini dapat berakibat orang lain sulit untuk menerimanya dan mugkin membencinya karena sikap dan perilakunya negatif. Oleh karenanya riwayat hidup anak sangat penting diketahui oleh para pendidik, untuk memudahkan dalam pembinaan kearah yang lebih baik.

5.Perkembangan Keagamaan.
Keberagamaan anak adalah sungguh-sungguh, namun belum dengan pikirannya. Mereka menangkap dengan emosi karena ia belum mampu berpikir logis. Mereka ingin melaksanakan apa yang didengarnya. Bahkan tidak jarang mereka berusaha meniru apa yang dapat ditirunya dari orang tuanya dan dari gurunya.
Anak juga akan merasa bangga apabila diikut sertakan dalam kegiatan keagamaan,misalnya ikut shalat berjamaah,berdiri bershaf-shaf dengan jamaah. Komentar akan tingkah mereka juga akan membuat ia bangga, misalnya ia berperilaku baik, rajin shalat, rajin mengaji,baik dengan teman dan lain-lain.

6.Referensi
1.http://badkokraton.blogspot.com/2009/12/perkembangan-anak-usia-tpa-7-12-tahun.html
2.http://wangmuba.com

Cooperative Learning

BAB I
PENDAHULUAN
A. Tentang Cooperative Learning
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.

Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran”.
B.Rumusan Masalah
1.Pengertian Pembelajaran Kooperatif
2.Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
3.Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
4.Teknik Pembelajaran Kooperatif
5.Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw


BAB II
SISTEM PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING)

Paradigma lama tentang proses pembelajaran yang bersumber pada teori tabula rasa John Lock dimana pikiran seorang anak seperti kertas kosong dan siap menunggu coretan-coretan dari gurunya sepertinya kurang tepat lagi digunakan oleh para pendidik saat ini. Tuntutan pendidikan sudah banyak berubah. Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman et al., 2003: 206).

A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan system pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002: 14).
Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu:
a.Saling ketergantungan positif.
b.Tanggung jawab perseorangan.
c.Tatap muka.
d.Komunikasi antar anggota.
e.Evaluasi proses kelompok

B.Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1.Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2.Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

C.Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
a.Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
b.Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
c.Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
d.Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
1)Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
2)Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
3)Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
4) Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.

D.Teknik Pembelajaran Kooperatif
Teknik pembelajaran kooperatif diantaranya:
1.Mencari Pasangan
•Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep.
•Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
•Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
2.Bertukar Pasangan
-Setiap siswa mendapatkan satu pasangan
-Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
-Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain.
-Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban.
-Temuan baru yang diperoleh dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
3.Kepala Bernomor
-Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
-Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
-Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
-Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

4.Keliling Kelompok
-Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang dikerjakan.
-Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya.
-Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.
5.Kancing Gemerincing
-Guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.
-Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing.
-Setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya.
-Jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing semua rekannya habis.

6.Dua Tinggal Dua Tamu
-Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat.
-Setelah selesai, dua orang dari setiap kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain.
-Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
-Tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya kemudian melaporkan hasil temuannya.
-Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

E.Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
•Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
•Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
•Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
•Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
•Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
•Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1.Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2.Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3.Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5.Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1.Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2.Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3.Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5.Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Motede Pembelajaran Cooperative Learning (MPCL) mempunyai efektivitas yang cukup tinggi untuk membelajarkan materi pendidikan IPS. Kefektifan MPCL dalam membelajarkan pendidikan IPS memprasyaratkan kinerja professional guru dalam kapasitasnya sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum. Keterbukaan dan kepekaan guru dalam memberikan layanan sosial akademis kepada siswa secara optimal, merupakan prasyarat iringan yang bersifat substansial dalam pengembangan MPCL dalam pendidikan IPS. Kemampuan dan kepedulian guru dalam memediasi dan menstabilisasi pengembangan dan pelatihan pengetahuan, sikap, nilai, moral, dan keterampilan-keterampilan sosial siswa, menjadikan pembelajaran pendidikan IPS semakin bermakna dalam dimensi pendidikan dan pembentukan warta negara yang baik secara dini.
MPCL dapat menciptakan iklim dan suasana PBM siswa yang aktif dan interaktif, yang tercermin dari pola interaksi belajar siswa dalam kelompok, bilamana adanya kemitraan belajar antara guru dan siswa dalam dimensi akademis, sehingga menumbuhkan iklim kebersamaan dan keterbukaan selama berlangsungnya PBM. MPCL juga dapat digunakan untuk membelajarkan materi atau pokok bahasan lain selain mata pelajaran IPS.
B.Saran
Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran Cooperative Learning perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.
C.Referensi
1.Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
2.Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
3.Djahiri, A.K. (1992). Dasar-dasar Metodologi Pengajaran. Bandung : Lab. PPMP IKIP Bandung.